TRUE

Page Nav

HIDE
GRID_STYLE
TRUE

Breaking News:

latest

Hanjaya Chandra: Wujudkan Peradilan dan Perlindungan terhadap Anak yang berhadapan dengan Hukum

Jakarta, IMC - Salah satu latar belakang pembentukan Undang-Undang ( UU ) Sistem peradilan pidana anak (SPPA) adalah mewujudkan peradilan ya...


Jakarta, IMC- Salah satu latar belakang pembentukan Undang-Undang ( UU ) Sistem peradilan pidana anak (SPPA) adalah mewujudkan peradilan yang benar-benar menjamin perlindungan bagi anak dan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak berhadapan dengan hukum serta menjaga harga dan martabat yang sebagai penerus bangsa dalam sistem peradilan.
Hal itu di sampaikan oleh Kepala Sub Bidang Evaluasi Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis dan Fungsional pada Badan Diklat Kejaksaan RI Hanjaya Chandra saat menyampaikan paparannya pada pembukaan Praktek Kerja Dikilat Terpadu Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) angkatan I yang berlangsung di Panti Sosial Marsudi Putra ( PSMP ) Handayani Bampu Apus Jakrata-Timur, Senin (6/3/2017).
Hanjaya berharap Perubahan paradigma dalam penanganan anak yang berhadapan dengan hukum (ABH), adalah perubahan dari penanganan dengan pendekatan keadilan Retributif menjadi penanganan ABH dengan pendekatan keadilan Restoratif.
Lebih lanjut Jaksa mantan Kasi Intel Kepri menjelaskan, UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) yang disahkan pada tanggal 30 Juli 2012 dan telah berlaku pada tanggal 31 Juli 2014 sangat banyak melakukan perubahan pokok baik terhadap dalam penanganan nya berupa pelaksanaan Diversi yaitu Pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana yang dilakukan berdasarkan pendekatan keadilan Restoratif,’’ kata Hanjaya melalui Whatshap.

Di hadapan Dirjen Rehabilitasi Sosial pada Kementerian Sosial Hanjaya mengenalkan program Badan Diklat Kejaksaan RI pada tahun anggaran 2017 ini melaksanakan Diklat Terpadu SPPA sebanyak dua angkatan, untuk Diklat SPPA angkatan I melaksanakan PKL pada hari Senin, 06 Maret 2017 di PSMP HANDAYANI JAKARTA yang telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai Lembaga Penyelenggaran Kesejahteraan Sosial (LPKS).
Dalam pelaksanaan PKL tersebut, para peserta Diklat diterima langsung di Aula oleh Pimpinan PSMP Handayani Neneg, perkenalan singkat dan gambaran singkat mulai dari sejarah hingga kegiatan yang diselenggarakan oleh PSMP Handayani dan langsung dijelaskan oleh Pimpinan PSMP Handayani.
Selanjutnya peserta Diklat dibagi menjadi tiga kelompok. setiap kelompoknya berjumlah 10 peserta Diklat dengan di dampingi oleh dua orang Pekerja Sosial dari PSMP Handayani untuk meninjau langsung seluruh kegiatan yang ada di PSMP HANDAYANI diantaranya mengunjungi rumah antara, rumah aman, sekolah, pelatihan kerja, hingga langsung berinteraksi baik terhadap anak pelaku, anak korban dan anak saksi.
Pada saat para peserta Diklat berinteraksi dengan anak pelaku, anak korban dan anak saksi, seluruh para peserta Diklat dilarang untuk mengambil dekomentasi yang dikarenakan memang ketentuan tersebut diatur dalam ketentuan UU SPPA dalam hal kerahasiaan identitas anak yang berhadapan dengan hokum.

Seluruh peserta Diklat sangat antusias dalam pelaksanaan PKL di PSMP Handayani tersebut karena untuk saat ini lembaga penyelenggaraan kesejahteraan Sosial (LPKS) belum tentu ada disetiap Provinsi, dengan latar belakang yang berbeda diantara peserta Diklat terpadu SPPA yakni dari Penyidik kepolisian, Jaksa, Hakim, Pk Bapak yang juga berasal dari berbagai daerah yang ada diindonesia.
Dengan berlakunya UU SPPA ini maka untuk penangkapan, pelayanan atau penjara adalah upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.
Bahkan Hanjaya mengingatkan untuk penahanan anak wajib di pisahkan dari orang dewasa hal itu di lakukan untuk menghindari hal hal yang kemungkinan buruk, ”Penahanan anak tidak boleh disatukan dengan Penahanan orang dewasa, apabila si anak pelaku memang harus di tahan berdasarkan ketentuan UU, maka harus dilakukan Penahanan lembaga penempatan anak sementara (LPAS), apabila untuk saat ini belum tersedia LPAS di Kabupaten/kota atau Provinsi, maka Penahanan dapat dilakukan di LPKS setempat,” pungkasnya.
Menurut ketentuan UU SPPA ini, pada tahun 2019. a) Setiap kantor kepolisian wajib memiliki penyidik anak. b) Setiap kantor Kejaksaan wajib memiliki Penuntut Umum anak. c) Setiap kantor pengadilan wajib memiliki Hakim anak. d) Kementerian Hukum & HAM wajib membangun kantor Bapak di Kab/Kota. e) Kementerian hukum & HAM wajib membangun LPKA dan LPAS di Provinsi. f) Kementerian Hukum & HAM wajib membangun LPKS di Kab/Kota. ( Muzer )


No comments