TRUE

Page Nav

HIDE
GRID_STYLE
TRUE

Breaking News:

latest

Upaya Meningkatkan Kemampuan Penanganan Perkara Koneksitas, Hakim Militer dan Asisten Pidana Militer Kejati Ikuti Diklat Terpadu di Ragunan

Kabadiklat Kejaksaan RI dan Jaksa Agung Muda Pidana Militer beserta para pejabat Hakim Milter pada pembukaan Diklat Terpadu Penanganan Perka...


Kabadiklat Kejaksaan RI dan Jaksa Agung Muda Pidana Militer beserta para pejabat Hakim Milter pada pembukaan Diklat Terpadu Penanganan Perkara Koneksitas di Badiklat Kejaksaan RI, Ragunan, Senin ( 24/10/2022 )

Jakarta, MTV.co.id- Sebagai negara hukum, Indonesia telah memiliki sistem hukum yang mandiri,yang bertujuan untuk mempertahankan, memelihara, dan melaksanakan tertib hukum bagi masyarakat Indonesia. “ Demikian pula kita memiliki gakkum yang diatur sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas hubungan hukum dalam kehidupan manusia bermasyarakat dan bernegara sebagai upaya untuk dapat tegak suatu sistem peradilan yang diterapkan atas suatu tindak pidana dimana antara tersangka atau terdakwanya terjadi penyertaan  (turut serta, deeleneming) atau secara bersama-sama (made dader)  antara orang sipil dengan orang yang berstatus militer (prajurit TNI),” ujar Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan ( Kabadiklat ) Kejaksaan RI, Tony Spontana saat memimpin upacara Pembukaan Diklat Terpadu Penanganan Perkara Koneksitas di Aula Sasana Adhi Karyya, Badiklat Kejaksaan RI, Jakarta, Senin ( 24/10/2022 ).

 

Kabadiklat Kejaksaan RI, Tony Spontana.

Turut hadir pada upacara pembukaan Diklat, Jaksa Agung Muda Pidana Militer, Direktur Jenderal Badan Peradilan, Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara Mahkamah Agung RI, Ketua Pengadilan Militer Tinggi, Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI, Komandan Pusat Polisi Militer TNI, Oditur Jenderal TNI, Asisten Personel Panglima TNI, Komandan Puspom AD, Komandan Puspom AL, Komandan Puspom AU, Direktur Hukum AD, Kepala Dinas Hukum AL, Kepala Dinas Hukum AU, Kapusdiklat Teknis Fungsional para Pejabat Eselon III dan Eselon IV di lingkungan Badiklat Kejaksaan R.I. dan Jampidmil Kejaksaan Agung RI.

 

Diklat yang berlangsung selama lima hari ini diselenggarakan oleh Badiklat Kejaksaan dan diikuti sebanyak 40 orang peserta yang berasal dari Hakim Militer dari Oditurat Jenderal TNI, Puspom TNI, Puspom Angkatan Darat, Puspom Angkatan Udara, Puspom Angkatan Laut, Direktorat Hukum Angkatan Darat, Direktorat Hukum Angkatan Laut, Direktorat Hukum Angkatan Udara, Badan Pembinaan Hukum TNI, Asisten Pidana Militer pada Kejaksaan Tinggi dan Kasubdit di lingkungan Jampidmil.


 

Maksud dan tujuan dari koneksitas adalah untuk memberikan jaminan bagi terlaksananya peradilan koneksitas yang cepat dan adil, walaupun ada kemungkinan proses yang ditempuh ini tidak semudah seperti mengadili perkara pidana biasa.

Demikian pula telah diatur sistem dan mekanisme peradilan koneksitas, yang merupakan atau berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam konteks sistem hukum dan sistem gakkum itulah telah dibentuk lembaga peradilan di Indonesia yang meliputi peradilan umum, agama, mil, TUN.

 

“ Dengan adanya koneksitas antara kedua kelompok yang berlainan lingkungan peradilannya dalam melakukan suatu tindak pidana, pembuat undang-undang berpendapat, lebih efektif untuk sekaligus menarik dan mengadili mereka dalam suatu lingkungan peradilan saja,” kata Tony.

 

Tony menyebut, dalam hukum positif di Indonesia, pengaturan mengenai koneksitas secara eksplisit ditegaskan dalam bab tersendiri, Bab XI tentang Koneksitas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, pada Pasal 89 yang pada pokoknya menyebutkan: “Tindak Pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum kecuali ditentukan..”

 

Di samping itu, dalam aturan lex specialist, koneksitas juga diatur dalam Pasal 198 sampai dengan Pasal 203 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Militer. Pasal 198 ayat (1) berbunyi:

“(1) Tindak pidana yang dilakukan bersamasama oleh mereka yang termasuk yustiabel peradilan militer, dan yustiabel peradilan umum, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum kecuali apabila menurut keputusan Menteri dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer”

 

Dikatakan, Pemeriksaan koneksitas yang telah jelas diatur dalam hukum acara Indonesia ini masih meninggalkan permasalahan, Andi Hamzah mengatakan bahwa permasalahan praktis yang terjadi dalam penerapan pemeriksaan koneksitas ini yaitu berkaitan pada birokasi penentuan peradilan yang akan mengadili agak berlarut-larut, sedangkan dalam KUHAP dianut sistem peradilan cepat (speedy trial; contante justitie).

 

“ Sebagai satu-satunya lembaga yang memegang fungsi penuntutan, Kejaksaan sebagai dominus litis dalam penanganan perkara memiliki konsekuensi hukum yang menegaskan bahwa Jaksa (penuntut umum) merupakan satu-satunya badan yang berwenang untuk menentukan suatu perkara layak atau tidaknya dilimpahkan ke pengadilan,” terangnya.

 

“ Asas ini pun dimuat dalam Guidelines on the Role of Prosecutors yang diadopsi dari Kongres PBB ke-8 (delapan) tentang Pencegahan Tindak Pidana dan Penanganan Terhadap Para Pelaku Kejahatan, di Havana, Cuba pada tahun 1990,” sambungnya.

 

Secara normatif tutur Tony, penerapan asas dominus litis diwujudkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2014 tentang Kejaksaan RI dalam ketentuan Pasal 18 Ayat (1) menyebutkan bahwa: “Jaksa Agung adalah Penuntut Umum Tertinggi dan Pengacara Negara di Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Penanganan perkara ini tidak terkecuali untuk perkara-perkara koneksitas.

 

Meski pemeriksaan koneksitas dilaksanakan melalui dua sistem peradilan yang berbeda, namun Jaksa Agung sebagai Penuntut Umum Tertinggi tetap melekat sebagaimana diatur dalam Pasal 35 Ayat (1) huruf g Undang-Undang Kejaksaan, yang menyatakan bahwa Jaksa Agung berwenang “mengoordinasikan, mengendalikan, dan melakukan penyelidikan, penyidikan, dan Penuntutan tindak pidana yang dilakukan bersama oleh orang yang tunduk pada peradilan umum dan peradilan militer”. Artinya, Jaksa Agung bukan hanya pimpinan tertinggi di institusi Kejaksaan melainkan juga pimpinan tertinggi dalam bidang penuntutan di institusi mana pun yang diberi kewenangan oleh Undang-undang.

 

“ Untuk itu, tidak heran apabila dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer secara expressive verbis menyatakan bahwa Jaksa Agung adalah penuntut umum tertinggi,” tuturnya.

 

Lebih lanjut Kabadiklat menjelaskan, bahwa pengaturan tersebut pada hakikatnya merupakan cerminan dari pelaksanaan prinsip single prosecution system, yang berarti tidak ada lembaga lain yang berhak melakukan penuntutan kecuali berada di bawah kendali Jaksa Agung sebagai penuntut umum tertinggi negara. Prinsip single prosecution system tercermin dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2014 tentang Kejaksaan RI yang menyebutkan bahwa “kejaksaan adalah satu dan tidak terpisahkan” (een en ondeelbaar).

 

“ Artinya, penuntutan harus ada di satu lembaga, yakni Kejaksaan agar terpeliharanya kesatuan kebijakan di bidang penuntutan sehingga dapat menampilkan ciri khas yang menyatu dalam tata pikir, tata laku, dan tata kerjanya,” jelasnya.

 

Kabadiklat selaku inspektur upacara pembukaan Diklat Terpadu Penanganan Koneksitas juga menyampaikan Sinergitas dan kerjasama antara Kejaksaan dan TNI walau berada pada lingkup tatanan dan ranah yang tidak sepenuhnya sama, yaitu antara sipil dan militer.

 

Namun keduanya memiliki visi dan misi, kesepahaman pemikiran yang sama yaitu untuk memperkuat ditegakkannya hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari kerjasama yang sudah terjalin sejak lama tersebut diharapkan terdapat satu tujuan antara Kejaksaan dan TNI untuk diimplementasikan dan diwujudkan dengan optimal dalam upaya menegakan hukum, menjaga kedaulatan dan mempertahankan keutuhan NKRI yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945.

 

Bahwa terdapat relasi kelembagaan yang sangat kuat dan erat antara Kejaksaan dan TNI (antara Jaksa dan Oditurat) di bidang penegakan hukum. Hal itu diamanatkan didalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer (Undang-Undang Peradilan Militer).

Relasi kelembagaan antara Jaksa dan Oditurat tersebut merupakan mandat regulasi yang ditegaskan dalam Penjelasan Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Peradilan Militer yang menyebutkan bahwa Oditur Jenderal dalam melaksanakan tugas di bidang teknis penuntutan bertanggung jawab kepada Jaksa Agung selaku penuntut umum tertinggi di Negara Republik Indonesia melalui Panglima TNI, yang mana hal tersebut merupakan penegasan tentang asas Dominus Litis, serta single prosecution system.

 

Dengan adanya penegasan dalam penjelasan Pasal 57 ayat (1) tersebut, maka sinergitas, koordinasi teknis dalam proses penanganan perkara, penuntutan terhadap suatu perkara pidana antara Kejaksaan dan TNI sangat diperlukan,  khususnya dalam perkara koneksitas sehingga dapat berjalan efektif, efisien dan tepat sasaran.

 

Saat ini Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 15 tahun 2021 tentang perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia. Peraturan Predien tersebut menjadi landasan pembentukan organiasi baru Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) dalam strukutur organisasi di Kejaksaan. Kehadiran Jampidmil pada hakikatnya merupakan mandat kontitusional.

 

Menurutnya, kehadiran Jampidmil merupakan suatu kolaborasi penyatuan 2 (dua) kepentingan subyek hukum yaitu sipil dan militer, diatur oleh dua Undang-Undang Kejaksaan dan Undang-Undang Peradilan Militer, yang berasal dari dua institusi yang saling berinergi, dengan satu titik singgung yaitu proses penuntutan tindak pidana (koneksitas).

 

“ Pembentukan Jampidmil menunjukkan komitmen kuat dua insitusi dalam meningkatkan penegakan hukum nasional, khususnya dalam penanganan perkara koneksitas,” kata Tony.

 

Selanjutnya mengakhiri sambutannya Kabadiklat menyampaikan penghargaan yang setinggi tingginya kepada Panglima TNI dan segenap Jajaran, yang telah bersedia berkolaborasi dan bekerja sama dengan jajaran Kejaksaan.

 

“ Dalam rangka mewujudkan harapan bersama sekaligus mendorong peningkatan kinerja dan keberhasilan tugas serta fungsi kita khususnya dalam bidang penindakan perkara koneksitas,” bebernya.

 

“ Sejatinya tujuan dibuatnya kualifikasi perkara koneksitas adalah memfasilitasi proses penanganan perkara dari dua sisi background yang berbeda. Dari perbedaan itulah hukum sebagai jamu dapat mengobati segala kendala dan kekurangan yang ada,” imbuhnya.

 

“ Semoga Pendidikan dan Pelatihan ini dapat berjalan dengan baik dan berhasil guna agar memberikan manfaat nyata bagi kita sekalian. Peningkatan pemahaman dan kemampuan penanganan perkara koneksitas serta pemantapan dalam membangun sinergitas kelembagaan dalam pelaksanaan tusi Jampidmil,” tandasnya. ( Muzer )

No comments